Minggu, 01 Maret 2009

KAMINO

ada 2 penyebab utama kenapa naskah ini dibuat. yang pertama karena waktu itu beberapa teman ingin "nggarap" sebuah naskah realis yang hanya menggunakan 2 tokoh saja. yang ke 2 gara-gara kemarin ikutan proses ma anak-anak pelangi, jadi gatel deh...

thanx kang wibagso sing maene apik, tapi kok gak iso ngajak kancane apik yo? hahaha... iki guyon kok, tapi agak tenanan hihihi...

Sulastri : darimana Kau?
Kamino : (Diam)
Sulastri : apakah Kau sudah lupa dengan janjimu?
Kamino : (Diam)
Sulastri : atau Kau sudah mulai pikun?
Kamino : maaf
Sulastri : maaf apa? Maaf kalau kau sudah mulai pikun?
Kamino : maaf Aku tidak menepati janjiku
Sulastri : sudah berapa kali Kau ingkari janji?
Kamino : Aku sudah lupa,
Sulastri : Sudah lupa dengan janjimu?
Kamino : bukan, maksudku sudah berapa kali kata-kata maafku
Sulastri : ya, aku maafkan untuk yang kemarin. Untuk saat ini, jangan harap!
Kamino : Aku mohon, Kau bisa memaafkan Aku untuk saat ini
Sulastri : Eee… kata maaf kok dimohonkan. Kata maaf bukan untuk Kau mohonkan padaku
Kamino : lalu bagaimana?
Sulastri : kata maaf cukup Kau hantarkan
Kamino : Baiklah, Aku antarkan kata maafku
Sulastri : sudah terlambat. Untuk saat ini tidak ada kata maaf. Kata maaf yang kau antarkan, Aku terima, tapi bukan berarti aku memaafkanmu. Aku telah membuang kata maafmu itu ke tempat sampah.
Kamino : kau membuangnya ke tempat sampah? Sadarlah Kau, kata maaf cukup terhormat untuk dimintakan? Ee.. maksudku dihantarkan. Seorang ksatria, adalah seseorang yang berani mengakui kesalahannya, dan juga selalu menghantarkan maaf jika dia merasa bersalah
Sulastri : memang… ksatria itu cukup terhormat memang, bila kata maafnya diucapkan hanya satu kali saja. Tapi kalau harus berulang-ulang, aku rasa sudah tidak terhormat lagi. Apalagi jika hampir setiap hari diucapkan oleh dan kepada orang yang sama pula. Sungguh memuakkan!
Kamino : Ah… kalau begitu untuk apa Aku meminta maaf lagi, jika Kau beranggapan seperti itu? bukankah kau selalu bilang bahwa manusia tempat salah dan lupa. Betapa indah dunia ini jika manusia bisa saling memaafkan. Tak akan ada perang. Tak akan ada lagi kebohongan. Kau selalu bilang seperti itu padaku.
Sulastri : memang. Tapi Kau juga selalu bilang bahwa Kau tak akan pernah ingkari janji lagi. Kau juga selalu bilang seperti itu padaku
Kamino : Bukankah Kau juga selalu bilang bahwasanya Tuhan selalu memaafkan hambanya yang mau bertobat.
Sulastri : Siapa yang menjadi Tuhan, dan siapa yang menjadi hambanya? Aku tak mau menjadi Tuhannya
Kamino : Aku juga tak pernah berharap menjadi Tuhan. Menurutku, Tuhan tak bernah bertengkar karena Tuhan Maha memaafkan.
Sulastri : kalau begitu hantarkan maafmu pada Tuhanmu, jangan padaku. Karena aku bukanlah Tuhanmu!
Suasana hening, Kamino tidak bisa membantah lagi
Sulastri : Sekali lagi aku pertanyakan. Darimana Kau sampai larut malam begini baru pulang?
Kamino : (Diam)
Sulastri : (mendekati Kamino) Darimana sampai larut begini baru pulang? Bahkan sudah satu minggu Kau selalu seperti ini. Darimana?
Kamino : (Diam)
Sulastri : apakah Kau sudah lupa jika Kau masih punya istri yang selalu menunggumu dirumah?
Kamino : kalau Aku lupa, tidak mungkin Aku pulang kerumah
Sulastri : Tapi apakah Kau lupa dengan janjimu Kamino? Untuk terakhir kalinya aku bertanya padamu. Darimana Kau?
Kamino : (Diam)
Sulastri : Kenapa diam?
Kamino : (Diam)
Sulastri : Hei, Aku sedang bertanya padamu. Kenapa Kau diam saja?
Kamino : Maaf
Sulastri : aahh… lagi-lagi Maaf. Maaf apa lagi? Coba Kau bayangkan Kamino. Bayangkan seorang pembunuh yang sedang meminta maaf kepada mayat yang telah dibunuhnya. Bayangkan seorang pencuri yang sedang meminta maaf kepada pemilik barang yang telah dicurinya. Bayangkan seorang pemerkosa sedang meminta maaf kepada wanita yang diperkosanya. Dan Bayangkan seorang koruptor yang sedang meminta maaf kepada semua rakyat yang kelaparan. Apa Kau kira setiap kesalahan bisa terselesaikan dengan kata maaf?
Kamino : mungkin seperti itu
Sulastri : seperti itu?
Kamino : Seperti itu juga dengan pertanyaanmu, aku rasa tidak selalu pertanyaan harus dijawab. Dan… (dipotong oleh sulastri)
Sulastri : …dan Kau sudah mulai berani membantahku rupanya. Dasar egois! Sudah tahu bahwa dirinya salah, malah berani membantah. Bahkan mencoba memutarbalikkan fakta yang sesungguhnya. Baiklah kalau maumu seperti itu (exit)
Kamino : Lastri, bukan maksudku untuk membantahmu. Bukan juga inginku untuk menceramahimu. Aku hanya ingin menghantarkan maaf padamu. Aku akui aku salah. Tapi semua kesalahanku padamu ini demi kepentingan orang banyak. Ini semua adalah bagian dari sebuah perjuangan. Seorang pejuang tidak akan berhenti berjuang sampai titik darah penghabisan!
Sulastri : (dari dalam) perjuangan Tai! Kau berjuang demi orang banyak, tapi Kau lupa jika ada sesuatu yang lebih penting untuk Kau perjuangkan saat ini.
Kamino : (berbisik pada dirinya sendiri) bukankah Aku meminta maaf tadi adalah untuk memperjuangkan keharmonisan diantara Aku dan Dia? Alih-alih Dia maafkan, malah Dia mencaciku sedemikian rupa. Dasar Istriku selalu seperti itu semenjak Aku tak lagi menjadi pejabat di Desa ini, dia selalu saja uring-uringan seperti itu. Memang pendapatan bulananku saat ini tidak sebanyak saat menjadi pejabat desa, tapi Aku rasa masih cukup. Untuk menjadi seorang pejabat lagipun sebenarnya Aku masih bisa, jika saja Dia tidak menyuruhku berhenti didalam perebutan kursi kepala desa. Tapi bukankah Dia sendiri yang menyuruhku berhenti dari urusan ini, hanya karena Dia takut Aku nanti menghabiskan banyak uang untuk promosi, hanya karena Dia takut didemo lagi seperti di akhir masa pemerintahanku. Wanita memang dari dulu sampai sekarang sungguh sulit untuk dimengerti. Ada uang abang disayang, tidak punya uang abang ditendang. Ada jabatan abang ditimang, tak ada jabatan abang dilelang
Kamino merasa kedinginan diluar rumah.. Dia ingin segera masuk kedalam.. rasa hati ingin mengetuk pintu, tapi rasa gengsi seorang laki-laki menghalangi keinginan itu.
Kamino : Baiklah.. Aku akan menjawab pertanyaanmu tadi. Aku habis dari rumah Bapak Bowo. Disana Aku mendiskusikan dan merumuskan sebuah terobosan baru agar Pak Bowo bisa menjadi Kepala desa. Kau sendiri tahu siapa Pak bowo itu. Dia adalah orang yang dekat dengan orang-orang sekitar sini yang mayoritas petani. Aku dan Kau juga dulunya adalah seorang petani. Desa inipun juga desanya petani, desa agraris kalau kata orang-orang kota. Aku tahu kalau Aku pernah berjanji padamu untuk tidak ikut terjun dalam perebutan kursi Kepala desa lagi, dan Kau menyarankan agar Aku menjadi petani saja seperti dulu.
Sulastri masuk…
Sulastri : memang kau jadi petani saat ini, tapi akhirnya kau tetap saja menanam benih jabatan disawah orang lain. Di rumah Pak Bowo kau seolah-olah sejalan dengan Visi dan Misinya. Memang Kau sungguh hebat. Tapi dimata Pak Bowo Kau hanyalah orang bodoh yang sedang diperalat. Dia hanya memanfaatkan kepahlawananmu, dan nama besarmu mampu mendongkrak pamornya dimata masyarakat desa ini. Dalam fakta ini, entah siapa yang menjadi ular, dan entah siapa yang menjadi tikusnya. Yang jelas hasil panen sawah itu tak akan pernah bisa dinikmati rakyat desa ini.
Kamino : maksudmu?
Sulastri : Sungguh dramatis sekali jika kau ingat lagi 5 tahun yang lalu. Disaat kau terjatuh dari kursi empuk kepala desa karena digulingkan oleh sebuah demo massal yang dipimpin dan diprakarsai oleh Pak Bowo. Betapa dramatisnya jika ternyata saat ini Kau bergabung dengannya. Pasti ada sebuah kepentingan disini
Kamino : kalau berbicara tentang masa lalu, memang Pak Bowo adalah musuh besarku. Biarlah yang dulu menjadi musuh besar, kini menjadi sahabat untuk mencapai kesejahteraan rakyat desa ini. Demi cita-cita masyarakat desa ini. Dan demi masa depan generasi kita yang telah merdeka.
Sulastri : sungguh berbeda jika kau berbicara tentang masa lalu. Coba Kau ingat lagi peristiwa silam. Bekas pejabat desa yang dulunya adalah para yes man yang paling sejati dari Pak Suhar, kemudian dengan culasnya mereka serta merta tampil sebagai sosok yang paling keras menyuarakan pentingnya reformasi bahkan dengan embel-embel total, sebagai bungkus dari sebuah manuver untuk menggusur Pak Burhan Wakil Kepala Desa yang saat itu menjadi Kepala desa pengganti Pak Suhar karena dilengserkan. Semua karena dendam dan rasa iri sebagai manusia. Kau ingat peristiwa itu?
Kamino : ya, tapi sekali lagi aku tekankan. itu kalau kita berbicara tentang masa lalu. Tapi saat ini yang perlu kita selamatkan adalah generasi muda kita. Tak perlu kita berpikir tentang masa lalu.
Sulastri : Tai! Selalu saja kau mengatasnamaka rakyat. Padahal dibalik semua itu Kau menyimpan segala kebusukan. Kau tidak jauh berbeda dengan Pak Pahan sahabatmu itu. Dia yangsejatinya memiliki dendam masa lalu, saat itu tampil sebagai penyeru reformasi,penegakan Hak Asazi Manusia dan perjuangan demokrasi. Dia yang selama ini mengaku sebagai Ketua Serikat Tani Sejahtera Desa mempunyai sebuah kepentingan, lantas dibungkus sebagai perjuangan yang mengatasnamakan kemaslahatan rakyat Desa. Dengan dalih perbaikan hidup kaum Tani. Lantas Dia merasa perlu untuk membonceng pada waktu, agar suatu saat nanti dicatat sejarah sebagai orang yang juga memberi arti pada kekuatan magis reformasi atau apapun namanya. kau benar-benar tak jauh berbeda dengannya. bukankah harapanmu sesungguhnya hanyalah tercatat sebagai seorang pahlawan untuk kedua kalinya? Aku rasa, Aku telah bersuamikan seekor tikus atau ular yang sangat berbisa. Dasar culas!
Kamino : Cukup!
Sulastri : ingat Kamino! Kau bukanlah seorang pejuang yang sesungguhnya. Kau tidak jauh berbeda dengan Pak Pahan yang sesungguhnya bernama Pak Supaham itu. Tak ada keterangan resmi atau alasan yang bisa dimengerti, apa yang melatarbelakangi penggantian nama itu, yang sejatinya adalah pemberian orang tua Pak Pahan sendiri, dan kemudian menggantinya dengan nama Pahan. Seperti halnya dirimu yang dengan sengaja waktu itu mengganti namamu menjadi Kaminonov! Dan karena sebuah ketakutan akhirnya kau kembali lagi menggunakan nama Kamino
Kamino : Aku bilang Cukup!
Sulastri : hahaha… kenapa? Kau takut semua orang didesa ini mendengar hal yang sesungguhnya? Kau pasti ingat sepucuk surat yang dikirimkan kepadamu. Sebuah paragraph telah menyadarkanku bahwasanya surat itu bukanlah salah kirim, walaupun yang ditulis didalamnya bukanlah tentang dirimu, melainkan sosok Pak Pahan.
Kamino : aku bilang cukup!
Sulastri : Pak Pahan! sosok yang selalu tampil mengenakan kopiah shalat Kaum Muslimin Indonesia. Hahahaha… Itu hanyalah sebagai usaha menghapuskan jejak atau setidaknya mengaburkan masa lalunya sebagai seorang anak aktifis Barisan Tani Indonesia. Salah satu underbow PKI! Bukankah kau tidak jauh berbeda seperti dia?
Kamino : (menampar Sulastri) Bangsat!
Suasana menjadi hening, hanya isak tangis Sulastri yang terdengar…
Sulastri : Hari sudah larut malam. Aku ingin pulang. Aku ingin segera berada dipangkuan-Nya. Saat ini Aku hanya menunggu maut
Kamino : menunggu maut?
Sulastri : iya. Karena tak mungkin lagi aku selalu menunggumu. Menunggu sesuatu yang tidak pasti. Menunggu tikus menggerogoti tubuhku. Menunggu ular mematuk nadiku. Seperti halnya menunggu sebuah janji yang selalu terulang dan diakhiri dengan kata maaf. (menghela nafas mencoba menenangkan diri) Usia telah senja. Aku rasa sudah waktunya Aku mati.
Kamino : maafkan aku… janganlah Engkau berkata seperti itu. Jika engkau mati, siapa lagi yang akan menemaniku?
Sulastri : tapi bukankah memang usia kita sudah begitu senja. Rekan-rekan satu angkatan kita telah gugur 10 tahun yang lalu.
Kamino : iya aku tahu, tapi apapun yang terjadi, berapapun usia kita, dan selemah apapun tubuh kita. Kita harus tetap bertahan dengan segala keterbatasan karena gerogotan usia ini
Sulastri : dalam lubuk hatiku yang paling dalam, sesungguhnya aku masih ingin hidup seratus tahun lagi. Aku masih ingin melihat desa ini lebih dari hanya merdeka. Melihat desaku aman, damai, tentram, dan sejahtera. Melihat desaku tanpa bendera yang berwarna warni saat pemilihan Kepala Desa.
Kamino : aduh.. aduh.. Kau ini aneh-aneh saja. Tidak mungkin kalau tidak ada bendera berwarna-warni disaat seperti itu
Sulastri : kalau saja sudah tidak ada bendera warna-warni lagi, berarti desa ini adalah desa yang damai, aman dan tentram. Kalau sudah begitu, pasti rakyat akan sejahtera, dan tak akan ada lagi rakyat yang kelaparan. Bukankah selama ini yang membuat desa ini semakin kacau adalah bendera yang berwarna-warni itu?
Kamino : iya.. iya.. betapa indahnya desaku jika seperti itu.
Sulastri : bahkan tak akan ada lagi artis dangdut dan tayub yang nyambi jadi tim sukses bendera-bendera itu
Kamino : iya.. iya.. memang sebaiknya artis dangdut dan tayub tetap sebagai seorang penghibur saja
Sulastri : aku ingat waktu aku dulu masih sebagai ibu Desa. Aku menjadi Seorang wanita paling dihormati didesa ini. Semua orang memberikan senyuman dan lambaian tangan padaku saat bertemu. Setiap mata memandangku takjub. Setiap apa yang terucap dari mulutku selalu dituruti. Tapi itu dulu. Disaat hanya ada 3 bendera kelompok di desa ini. Sesaat setelah peristiwa demo massal pelengseranmu itu, semua mata memandangku jijik. Tak ada senyum diwajah mereka. Yang ada hanya cibiran dan gunjingan. Anehnya, orang-orang masih menatapmu sebagai orang yang patut dihormati, mungkin karena mereka mencatatmu sebagai seorang pahlawan yang berjuang untuk kemerdekaan. Tapi mereka mencatatku sebagai istri seorang koruptor. Padahal aku adalah istrimu. Hanya sebagai istri seorang pejabat desa yang tidak mempunyai celah sedikitpin untuk korupsi. Kenapa? Siapa yang harus disalahkan? Jawab! (sambil mengguncangkan tubuh Kamino)
Sulastri : Kau tahu kenapa kita masih belum mati?
Kamino : (menggelengkan kepala)
Sulastri : karena kita masih menanggung beban dosa yang cukup besar
Kamino : (memandang keheranan)
Sulastri : aku menanggung beban rahasia tentang kepahlawananmu, sedangkan kau masih menyimpan kebusukan kepahlawananmu, bahkan meriwayatkan sejarah palsu.
Kamino : aku menyadari hal itu, memang kebusukan kepahlawananku lebih baik aku simpan rapi dalam sanubari. Sehingga anak cucu kita masih mempunyai kebanggaan didalam masa lalu pendahulunya. Dan menurutku urusan hidup mati bukanlah urusan kita, ini merupakan hak prerogatif Tuhan yang maha Esa
Sulastri : tapi aku sudah lelah, aku ingin mati.
Kamino : sssst… tidak baik kau berkata seperti itu. Sudahlah…
Sulastri : tidak, aku memang sudah ingin mati. Mati dalam keadaan tenang. Tidak menyimpan rahasia apapun!
Kamino : sudahlah sayang, jangan kau berkata seperti itu. Batin ini sakit mendengar kata mati.
Sulastri : batinku lebih sakit, dan bahkan dari dulu batin ini telah sakit.
Kamino : percayalah padaku, bahwasanya kebusukan kepahlawananku ini hanyalah demi sebuah kebanggaan anak cucu kita.
Sulastri : Kebanggaan Tai! memang sedari dulu aku selalu percaya dengan janji-janjimu. Selalu tergoda oleh harapan-harapan besarmu. Harapan seorang pahlawan revolusi. Harapan seorang pahlawan reformasi. Harapan seorang pahlawan yang ingin selalu dikenang dan dipuja setiap saat. Bahkan kalau perlu bisa dijadikan pahlawan untuk kedua kalinya. Revolusi tai. Reformasi tai.
Kamino : (diam)
Sulastri : ingat! Kau bukanlah seorang pejuang. Kau hanyalah bagian dari sejarah, dan tau tentang sejarah bangsa ini, sejarah desa ini.
Kamino : Sudah cukup! Kau sudah kelewatan, dan kau salah mengartikan kepahlawananku.
Sulastri : Aku rasa aku benar! Dan aku benar-benar tau apa yang sebenarnya terjadi saat itu!
Kamino : (tertawa membanggakan diri) aku ikut berjuang saat itu. Aku tergabung dalam sebuah wadah perjuangan GRD. Gerakan Rakyat Desa. Aku selalu berada ditengah-tengah Suyudi dan Wasito saat itu.
Sulastri : lanjutkan lagi ceritamu
Kamino : untuk apa? Aku rasa sudah jelas sampai disitu saja
Sulastri : aku ingin tau kelanjutan kisah itu. Kelanjutan cerita di saat itu, pada masa peperangan itu, disaat Belanda merekrut orang-orang sekitar Malang, untuk dijadikan mata-mata yang bertugas menyusup dalam pasukan GRD, untuk memperoleh informasi rahasia tentang pola perjuangan GRD, sering para pemuda yang tergabung di dalamnya, pada malam-malam tertentu mengadakan pertemuan atau jagongan di sebuah warung kopi untuk membahas dan menyepakati rencana-rencana selanjutnya, akan tetapi setiap kali sehabis rapat dan besoknya melaksanakan rencana tersebut, selalu gerakan para pemuda pejuang itu dapat dipatahkan dan diobrak-abrik oleh pasukan Belanda, dan saat itu Belanda memang sangat berambisi mematahkan dan menumpas GRD sampai ke akar-akarnya, karena GRD yang sebenarnya adalah gabungan dari sisa-sisa Laskar Mayor Hamid Rusdi, yang gugur ditembak Belanda pada 8 maret 1949 di Dusun Sekarputih atau yang sekarang disebut Desa Wonokoyo.
Kamino : kau sudah tau tentang itu, untuk apa aku harus menceritakannya kembali padamu?
Sulastri : (tertawa kecil) masih bisa kau mengelak
Kamino : apa yang harus aku elakkan? Semuanya bersih. Semuanya sesuai dengan fakta yang terjadi saat itu. Apa lagi?
Sulastri : bersih? Sesuai dengan fakta? Apakah kau sudah lupa?
Kamino : lupa? Tidak ada yang terlewat dalam kesaksianku
Sulastri : benar?
Kamino : (sedikit ragu) aku rasa benar
Sulastri : sekali lagi aku tanyakan. Apakah benar tidak ada yang terlewatkan dari kesaksian yang kau ceritakan dan kau riwayatkan pada generasi muda bangsa dan desa ini?
Kamino : (semakin ragu) sepertinya tidak ada
Sulastri : ya Tuhan. Ampunilah dosa-dosa suamiku ini yang telah meng-anak turunkan sebuah kebohongan pada cucu-cucunya yang tak berdosa
Kamino : (dengan mimik yang ragu mencoba membantah) hei! Kenapa kau membawa-bawa nama Tuhan?
Sulastri : karena aku masih mengakui keberadaan Tuhan dalam hidupku. Coba Kau ingat-ingat lagi. Sepenggal cerita tetang perjuanganmu saat itu. Apa kau sudah lupa? Atau jangan-jangan ada sebuah cerita yang dengan sengaja kau pendam dalam-dalam, sehingga tak ada satu orangpun yang akan mengungkit keberadaanmu dalam jajaran nama-nama pahlawan di desa ini.
Kamino : (Diam dengan hati yang kesal)
Sulastri : sebentar. Aku ulang lagi runtutan ceritaku tadi, agar kau ingat bagian mana yang telah kau lupakan dan tak kau ceritakan kepada khalayak.
Sulastri menceritakan kembali dengan perlahan. Kamino semakin gundah.
disaat Belanda merekrut orang-orang sekitar Malang, untuk dijadikan mata-mata yang bertugas menyusup dalam pasukan GRD, untuk memperoleh informasi rahasia tentang pola perjuangan GRD, sering para pemuda yang tergabung di dalamnya, pada malam-malam tertentu mengadakan pertemuan atau jagongan di sebuah warung kopi untuk membahas dan menyepakati rencana-rencana selanjutnya, akan tetapi setiap kali sehabis rapat dan besoknya melaksanakan rencana tersebut, selalu gerakan para pemuda pejuang itu dapat dipatahkan dan diobrak-abrik oleh pasukan Belanda
Kamino : Sudah..! Cukup..!
Sulastri mengulang lagi bait terakhir paragraph
disaat Belanda merekrut orang-orang sekitar Malang, untuk dijadikan mata-mata yang bertugas menyusup dalam pasukan GRD, untuk memperoleh informasi rahasia tentang pola perjuangan GRD, sering para pemuda yang tergabung di dalamnya, pada malam-malam tertentu mengadakan pertemuan atau jagongan di sebuah warung kopi untuk membahas dan menyepakati rencana-rencana selanjutnya, akan tetapi setiap kali sehabis rapat dan besoknya melaksanakan rencana tersebut, selalu gerakan para pemuda pejuang itu dapat dipatahkan dan diobrak-abrik oleh pasukan Belanda
Kamino : Sudah… sudah.. aku sudah tak tahan lagi… cukup!
Sulastri mengulang lagi bait terakhir paragraph
kala itu Belanda banyak merekrut orang-orang sekitar Malang, atau orang asli kota, untuk dijadikan mata-mata yang bertugas menyusup dalam pasukan GRD, untuk memperoleh informasi rahasia tentang pola perjuangan GRD…
Kamino : iya.. iya.. aku ingat semuanya! Akulah orang yang direkrut oleh belanda saat itu. Akulah yang menjadi mata-mata mereka! Tapi apalah arti semua ini jika ternyata para pejuang GRD akhirnya menang juga.
Sulastri : kau lupa, berapa jumlah pejuang yang gugur saat itu?
Kamino : kemerdekaan memang harus dibayar dengan darah dan nyawa para pejuangnya
Sulastri : iya, tapi apakah kepahlawanan juga harus dibayar dengan itu semua? Apakah tidak cukup pengkhianatanmu kepada bangsamu selama ini? Seorang Kamino yang berganti nama menjadi Kaminonov! Kamino Anak mbah Wongso Dadung yang buta huruf terpesona oleh palu arit. Kamino yang kepincut dengan rumusan abstrak, bahwasanya "wong tani" pegangannya harus palu dan arit, dan bukan Lintang Rembulan atau gambar Jagat Lintang Sanga, karena petani bekerja dengan arit. Kau ingat itu Kamino?
Kamino : (kamino hanya bisa menutupi telinganya, dan merasakan sakit dikepalanya)
Sulastri : Setelah makin aktif menghadiri rapat dan main ketoprak, Kau ganti nama menjadi Kaminonov. Edan! Secara blak-blakan Kau membuka diri sebagai kaum salat keno ora yo keno. Kau juga jadi terampil mengejek lawan sebagai kaum nggoiril. Gestapu meletus. Islam bangkit. Perang sabil diteriakkan. Di berbagai daerah kemarahan tak terkendalikan. PKI disembelih
Kamino : (kamino semakin tidak tahan)
Sulastri : Namun, segala puji hanya bagi-Mu Tuhan, darah tak menetes. Berkat perlindungan Pak Lurah didesamu. Kau pasti ingat apa yang dikatakan pak lurah saat itu. “pada prinsipnya semua ini saudara. PKI di desa saya cuma golongan cepethe. Mereka cuma ikut-ikutan. Sebagian hanya senang karena tiap rapat ada makan. Tahu apa mereka tentang politik?” setelah peristiwa itu Kau mengubah namamu lagi menjadi Kamino. Kau pasti ingat itu Kamino? Kenapa tak kau ceritakan saja pada semuanya?
Kamino : (semakin menggigil ketakutan)
Sulastri : Kau memang sosok yang selalu beruntung Kamino! Beruntung saat Peperangan antara Belanda dan GRD, beruntung saat Gestapu meletus, beruntung pada saat lengsernya Suhar, beruntung dari cap orang terlarang, bahkan beruntung menjadi seorang pejabat sekaligus pahlawan!
Kamino : tidak!
Sulastri : Kau benar-benar opengecut yang sangat beruntung Kamino!
Kamino : aku tidak seberuntung itu. Aku tidak beruntung dihadapanmu. Dihadapanmu, Aku hanyalah seorang pengecut. Untuk Bangsaku, Aku hanyalah seorang penghianat. Untuk anak-cucuku, aku hanyalah pecundang. Dan untuk Tuhanku, Aku hanyalah Pendosa.
Sulastri : katakan semua itu pada mereka Kamino! Kau bukan pengecut, pengkhianat, pecundang, ataupun pendosa jika Kau katakan semua itu pada mereka. Katakan fakta sejarah yang sesungguhnya Kamino! Kau adalah seorang ksatria yang berani mengakui keberadaanmu yang sesungguhnya didalam sejarah bangsa. Disinilah kepahlawananmu yang sesungguhnya! Ayolah Kamino! Katakan segera pada mereka, (X terjatuh) aku sudah tak tahan lagi Kamino. Aku ingin segera menjemput maut. Aku ingin mati sebagai seorang istri pahlawan sejati. Katakan pada mereka Kamino!
Suasana menjadi sunyi…

Tidak ada komentar: