Rabu, 23 April 2008

Sayat keheningan

Detik yang tak henti-henti berdetak semakin menyiksaku.
Kesunyian dimalam ini seakan mengorek kembali semua luka hati yang pernah menyayat perih lembar demi lembar kenangan masa lalu.

Aku dan semua mimpi-mimpi indah yang tak pernah terwujud nyata, kini terbaring lemah tak berdaya di peraduan.
Gurat nadi tertusuk aniaya khianat, lubuk hati terluka gelap pesakitan, dan darah segarpun mengaliri selang kecil perenungan.

Rintik hujan kini menemani detak nadiku, senandung malam nyanyikan kepedihan untukku, dan tawa para malaikat mencoba tenangkan gundahku.

Tuhan… kalau benar kau masih cintaiku,
benamkan seluruh masa laluku
kecup keningku tuk sekedar damaikan galauku
sandarkan kepalaku di dada-MU tuk lepaskan penatku
Amin….

Jumat, 18 April 2008

Hari '40

Malam ini…

Aku melihat setitik genangan air matamu mengering, menggores lengkung hitam dikantung embun pagi. Dengan kepala tertunduk, berbalut kain cantik kerudung putih, kau sembunyikan kesedihanmu dari mereka yang hanya bisa beristighfar dan tahlil, yang ujung=ujungnya berakhir dengan tangan diatas perut masing-masing lalu bersalaman sambil membersihkan kotoran yang ada di dalam rongga mulut mereka.

Malam ini…

Kau pasti teringat akan kisah yang tlah tergores, saling beranyam menjalin suatu peristiwa, dan takkan pernah terlupa. Waktu itu ketika kita saling melingkarkan jari kelingking serta mengikat janji mentari yang terpatri diladang bisu. Kau pernah berucap manis, semanis lipatan pita diatas sebuah alas kado yang bertuliskan “Hanya untukmu”

Ujarmu pasti akanku…

Rembulanpun hanya bisa sembunyikan tangannya dibalik kemilau bintang yang gemerlapan, suatu pertanda betapa senangnya mereka melihat dua bintang terduduk damai dalam satu ikatan janji mentari yang terpatri di ladang bisu.

Masih saja…

Kulihat bayang kelam penutup angan diputihnya nurani yang suci. Kau coba angkat wajahmu setegar harapan kita akan sinar mentari esok pagi, tapi masih saja kegelapan itu menari-nari diwajahmu seakan mereka tertawa terbahak menatap gores luka itu yang semakin dalam pada setiap detiknya.

Serasa berat langkahmu disini…

Semakin kuat inginmu tuk langkahkan sebuah ratapn, maka semakin berat pula inginmu tuk tinggalkanku dalam keabadian yang tertanam disini 40 hari yang lalu.

THR

Brak….!!!
“Sudah berapa kali saya bilang, kalau sedang meeting jangan melamun dan ngomel sendiri”
Dengan mata dan wajah suntuknya Pak Bos mencoba merusak lamunan indah saya lagi. Dia memang terkenal paling garang di perusahaan ini, kalau lihat postur dan tampangnya sih… saya kira semua orang gak bakal nyangka dia bisa segalak anjing galak yang paling galak. Tubuh ceking, Rambut klimis, dan gerak-gerik gemulainya seakan berubah 180 derajat ketika dia menyalak.
“mmm… maaf, saya paling tidak suka kalau ada orang yang mengacuhkan semua omongan saya”
masih dengan sorot mata dan wajah suntuknya Pak Bos mengkondisikan kembali suasana meeting hari ini.
“mungkin lebaran 2 minggu lagi akan menjadi lebaran yang paling bahagia bagi kalian semua, setelah kita semua melewati beberapa kali lebaran tanpa libur dan THR”
terang pak bos yang disambut dengan gegap gempita para peserta meeting.
“untuk lebaran kali ini Perusahaan mengambil kebijakan sesuai dengan tuntutan kalian semua, yaitu adanya Tunjangan Hari Raya sebesar 2 kali lipat dari gaji bulanan, 1 minggu libur sebelum dan sesudah Hari Raya, dan pengangkatan pegawai kontrak yang mempunyai dedikasi selama tiga tahun lebih disini untuk menjadi Pegawai tetap Perusahaan”
suasana kembali riuh. Maklum selama tiga tahun saya bekerja, seluruh pegawai yang ada disini mengeluhkan ketiga hal itu.
“masak mas, saya ini kerja jadi satpam mulai dari berdirinya perusahaan ini sampai sekarang, saya gak pernah dapat tunjangan mmm… paling banter ya… dikasih parcel”
ujar salah satu satpam di perusahaan ini
Lebaran kali ini serasa berbeda dari lebaran 2 tahun yang lalu. Sengaja aku meninggalkan ibuku yang sudah renta dikampung sendirian. Dia bagaikan malaikat tercantik yang kumiliki. Ibu bisa menahan rasa lapar diperutnya sampai beberapa hari hanya agar perutku ini bisa kenyang. Entah mengapa selama 22 tahun aku mengganggap itu semua adalah hal yang lumrah bagiku, mungkin karena itu merupakan konsekuensi dia sebagai seorang Ibu. 3 tahun yang lalu disuatu malam aku memergoki ibuku memungut sisa makanan yang kubuang karena sudah basi dia pasti sudah tak kuat lagi menahan rasa lapar yang melilit perutnya. Aku ingat… malam itu sebelum aku memakan makanan itu aku sempat menawari ibu untuk makan bersama, tapi dia menjawab dengan kekeh tawanya
“apa kamu gak liat perut ibu ini”
sambil memperlihatkan perutnya yang mungkin sengaja dia busungkan agar terlihat seperti orang yang sedang kekenyangan. Aku serasa ditampar oleh batinku, aku seperti mendengar sesuatu yang berbisik lirih
“lihat…lihat!! itu… kenapa kau masih disini, coba kalau tidak ada disini, dirumah ini, pasti ibumu takkan melakukan hal itu karena makanan yang biasanya masuk keperutmu itu bisa untuk mengenyangkan perut Ibumu sampai beberapa hari”.
Semenjak kejadian itu aku memutuskan untuk pergi dari rumah, keluar kampung mengadu nasib di kota lain. Hanya air mata suci seonggok malaikat cantik yang mengiringi langkahku saat meninggalkan kampung. Dan... berkat doanya pula aku bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan.
Aku tak bisa membayangkan betapa gembiranya Ibu ketika aku pulang besok mmm… kira-kira 2 hari lagi aku pulang… ya tepatnya 52 jam lagi! Ha..ha… orang-orang kampung yang dulunya mencemooh, memandangku picik, dan menganggapku sebagai anak durhaka pasti takkan bisa berkata apa-apa atau bahkan bisa-bisa mereka bertekuk lutut dihadapanku hanya untuk minta maaf atas kejadian dimasa lalu. Dasar orang-orang kampungan bodoh!!!
“ooohh… malaikat cantikku! Lihatlah anak semata wayangmu ini, kini sudah jadi orang sukses! Pulang tidak dengan kepala tertunduk. Anakmu semata wayang yang dulu menjadi beban bagimu, kini pulang untuk menebus semua air susu, keringat, dan ketabahanmu!”
Nanti setibanya dirumah, barang-barang mewah yang kukumpulkan dari upahku selama ini bakal aku berikan kepada Ibuku didepan orang-orang, kalau perlu perlahan-perlahan biar tersayat perih wajah mereka… semakin perlahan… akan semakin perih!! Ha…ha… benar-benar tak bisa kubayangkan semua ini
Sepertinya Tuhan benar-benar membalas semua doa Ibu dan doaku. DibukaNya pintu rahmat selebar-lebarnya untuk kita berdua di bulan Ramadhan ini. Maaf bila aku dulu terlalu pesimis terhadapMu, aku menganggapMu terlalu egois… Kau maha kaya! Tapi kenapa tak kau berikan secuil saja untukku dan Ibu… itu dulu. Tapi kini semuanya telah berubah, aku tahu apa yang Kau inginkan dengan cara seperti itu. Terima kasih Tuhan!
Malam ini rintik hujan serasa tebal menampar wajahku, langkahku menuju pelataran rumah seakan berat karena sepatuku basah kemasukan air. Nyanyian angin dan serak dedaunan yang tersapu angin menjadi ucapan selamat datang bagiku. Malam ini adalah malam dimana aku akan bertatap muka dengan ibuku, memberikan kecup hangat, dan pelukan yang tertunda selama beberapa tahun. Bukan riang lagi yang mengiring langkahku, tapi tangisan sakit serasa menusuk-nusuk didada ini.
Dengan pasti kubimbing tali itu mengitari leherku dan hanya lompatan kecil yang akhirnya akan mengantarku untuk menemui Ibu.
“anakmu pulang Bu! Anakmu akan segera menjemputmu dengan kebanggaan yang kau harapkan sebelum melepasku”
Jose Rizal