Jumat, 18 April 2008

Hari '40

Malam ini…

Aku melihat setitik genangan air matamu mengering, menggores lengkung hitam dikantung embun pagi. Dengan kepala tertunduk, berbalut kain cantik kerudung putih, kau sembunyikan kesedihanmu dari mereka yang hanya bisa beristighfar dan tahlil, yang ujung=ujungnya berakhir dengan tangan diatas perut masing-masing lalu bersalaman sambil membersihkan kotoran yang ada di dalam rongga mulut mereka.

Malam ini…

Kau pasti teringat akan kisah yang tlah tergores, saling beranyam menjalin suatu peristiwa, dan takkan pernah terlupa. Waktu itu ketika kita saling melingkarkan jari kelingking serta mengikat janji mentari yang terpatri diladang bisu. Kau pernah berucap manis, semanis lipatan pita diatas sebuah alas kado yang bertuliskan “Hanya untukmu”

Ujarmu pasti akanku…

Rembulanpun hanya bisa sembunyikan tangannya dibalik kemilau bintang yang gemerlapan, suatu pertanda betapa senangnya mereka melihat dua bintang terduduk damai dalam satu ikatan janji mentari yang terpatri di ladang bisu.

Masih saja…

Kulihat bayang kelam penutup angan diputihnya nurani yang suci. Kau coba angkat wajahmu setegar harapan kita akan sinar mentari esok pagi, tapi masih saja kegelapan itu menari-nari diwajahmu seakan mereka tertawa terbahak menatap gores luka itu yang semakin dalam pada setiap detiknya.

Serasa berat langkahmu disini…

Semakin kuat inginmu tuk langkahkan sebuah ratapn, maka semakin berat pula inginmu tuk tinggalkanku dalam keabadian yang tertanam disini 40 hari yang lalu.

Tidak ada komentar: