Rabu, 21 Januari 2009

Ada Apa Dengan Kopi?

Benda ini cukup unik bagiku karena banyak orang yang membicarakannya, banyak orang yang dihantuinya atau malah diperbudak olehnya dan saat ini semakin banyak yang berguru darinya (termasuk aku). Setiap sudut selalu penuh sesak oleh pantat-pantat yang enggan bergeser sebelum mendapatkan dan menikmati ke”khas”annya. Kehadirannya pun tak pernah diperhitungkan, tapi sangat diharapkan, walaupun hanya beberapa saat untuk dinikmati kemudian diacuhkan lagi.

Stereotype tentangnya dulu yang lekat dengan image “mbah-mbah”, kini mulai bergeser dan malah menjadi trend bagi semua golongan umur. Para dokter ahli pun kini mulai banyak mempublikasikan temuan-temuannya tentang benda ini (kenapa dulu kok enggak ya? Apakah para dokter juga melakukan penelitian sesuai trend? Haha.. boleh juga kok, dokter juga boleh gaul kan?). Karena saking uniknya, sampai-sampai ada seorang penulis mencoba berfilosofi dengan benda ini wakakakak... (lebih aneh lagi kayaknya). Lebih anehnya lagi, aku juga tergoda untuk sekedar mengabadikan benda ini dalam sebuah tulisan Wuakakakaka... akhirnya aku sepakati saja kalau memang semuanya harus serba aneh hehehe...

Pekatnya warna hitam melambangkan sebuah kedalaman dan kekhusyu’an padanya. Setiap orang membutuhkan kepekatan ini, baik dalam berkomunikasi pada Tuhan masing-masing, atau untuk bertransisi menjadi lebih baik (katanya orang-orang).

Lihatlah orang-orang yang dengan kekhusyu’annya berkomunikasi dengan Tuhan, mereka tak peduli dengan apa yang mereka miliki saat itu. Yang kaya tetap memohon diberi rizki agar bisa lebih banyak membantu yang belum mentas dari kemiskinan, yang miskin juga seperti itu. Bila saja rizki itu dilimpahkan pada salah satunya, maka hanyalah keinginan untuk berbagi yang mereka wujudkan. Orang-orang yang seperti itulah yang akan menemukan keindahan pada sebuah kedalaman berpikir, kekhusyu’an berkomunikasi dengan Tuhannya, dan ketulusan berbagi dengan sesamanya. Karena mereka tahu bahwasanya darimana asal mereka dan akan kemana tujuan mereka.

Kepekatan sang hitam, yaitu: laku konsentrasi, pengendalian diri, pemudharan (kebebasan batin dari dunia inderawi), menguasai ngelmu sejati dan tahu hakikat hidup. Kedalaman dan kekhusyu’an sang hitam merupakan suatu perwujudan sikap manembah. Manembah adalah menghubungkan diri secara sadar, mendekat, menyatu dan manunggal dengan Tuhan. Menurut pandangan kejawen, pada hakekatnya, manusia sangat dekat dengan Tuhan. Hanya karena ulah dan tindakan manusia itu sendiri, suatu ketika, jarak antara Tuhan dan manusia menjadi sangat jauh atau ada batasnya. Ini menjadi tugas manusia untuk senantiasa mendekat dan atau menyatu dengan Tuhan agar mendapat anugerahNya. Manunggaling kawula Gusti merupakan suatu pengalaman dan bukan suatu ajaran. Pengalaman ini bisa terjadi secara subjektif atau dalam bentuk kolektif.

Sebelum kita lanjutkan pembahasan ini, mari kita "seruput" kopi yang telah dihidangkan, mumpung masih panas. Sempatkan menarik nafas panjang setelah itu, dan mari kita lanjutkan.

Coba rasakan pahit dan manis yang tersisa pada lidah kita. Bukankah itu pahitnya bubuk kopi dan manisnya gula? iya! seperti halnya hidup ini, ada pengalaman pahit dan manis, ada hitam dan putihnya dunia. Secara alamiah manusia sudah terbekali kemampuan untuk membedakan perbuatan benar dan salah serta perbuatan baik dan buruk. Pemilihan yang benar dan baik saja tidaklah cukup untuk memandu setiap individu dalam berintegrasi dalam kehidupan bersama atau bermasyarakat. Seperti halnya kita minum kopi saja tanpa gula, atau minum gula saja tanpa kopi. hahaha... minuman yang aneh!

Kalau kita lebih cermat lagi mengamati "si hitam" ini, arah putaran tangan seseorang yang sedang mengaduk kopi adalah sesuai dengan tangan yang digunakan. Seseorang yang memakai tangan kanan, pasti akan mengaduk kopi ke arah kanan. Orang yang menggunakan tangan kirinya untuk mengaduk kopi, maka arah adukannya adalah ke arah kiri.

Dari hal tersebut saya bisa mengambil hikmah bahwasanya sesuatu yang diawali dengan niatan yang baik, maka arah perputarannya-pun juga akan baik sesuai dengan niatan awalnya. Urusan hasil? bukan urusan kita, itu sudah hak prerogatif Tuhan Yang Maha Esa.

Waduh ngomong-ngomong kopi saya keburu dingin nih, kapan-kapan kita sambung lagi, oyi??

1 komentar:

SeNanDung mengatakan...

yupz...
kopi menjadi perpaduan yang unik, antara manis dan pahitnya hidup.. agree wes...

pahit, manis, semua itu mau ga mau harus dirasakan, ga bisa dipilih salah satunya...ngunu tah?
hehe..

nice analogi